Halaman

Jumat, 01 Januari 2010

puisi "Kucatatkan Indonesia"

Kucatatkan Indonesia
Diadaptasi dari
Bustan Basir Maras



Sebelum fajar hening menyingsing
Aku selalu tergagap bangun
Karena aku takut tak sempat
Menyebut namamu : Indonesia
            Sebelum burung-burung kecil
            Berkicau untukmu di pagi hari
Langkah sudah kuayun pergi
            Karena aku takut jadi pemalas
            Di rahang-rahang karangmu : Indonesia
Dan sebelum merah-putihmu
Di cium angin di rimbun kota raya
Aku telah bernyanyi untuk mu
Sebab aku takut, jika nanti darahku beku
Dan lidahku kaku, aku tak sanggup lagi
Bernyanyi untuk mu : Indonesia

Padamu negeri kami berjanji
Padamu negeri kami mengabdi
Padamu negeri kami berbakti
Bagimu negeri jiwa raga kami
Tapi hari ini
Sebelum fajar heningku memekar
Sebelum burung-burung kecil bernyani untukmu
Sebelum merah-putihmu dicium angin di rimbun kota raya
Dan embun masih enggan bergegas pergi
Meninggalkan daun-daunmu : Indonesia
Terlalu pagi anak-anakmu bersilang sengkaruh
Hanya karena sepiring nasi dan sepotong roti di rumahmu
Di jl. Gatoto Subroto No. 6 Jakarta
            Masya Allah Indonesia!
            Inikah rupamu yang tak punya rupa?
            Inikah darahmu yang kian membalut nanah?
            Lalu, dimana anak-anakmu menyelipkan merah-putihmu?
            Ketika kemarin mereka bersumpah
            Atas nama Tuhan dan atas namamu : Indonesia.
Subahanallah Indonesia
Maha suci Tuhan yang melahirkan engkau
Di barisan zamrud khatulistiwa
Yang bergandeng-gandeng mesra ini
Tapi mengapa sujud luruh anak-anakmu
Tak sanggup memancarkan cahaya wajah sucimu
Seperti merah putihmu yang berkibar-kobar-kibar di angkasa
Seperti kobar-kobar isi dadamu, ketika
Wr. Suprtaman menanam akar-akarmu  didadanya
Lewat berjuta kata purba : Indonesia Raya
            Indonesia, Indonesiaku
            Gelap jua belum lagi usai menuai cahaya
            Kokok ayam masih terus meninggi-tinggi di angkasa
            Pekik ringkik kuda belum dilepas ke padang-padangmu 


Indonesia, Indonesiaku
Dalam setiap sujudku : doa-doaku
Kudoakan kau, kurangkul-rangkul kau bersama cintaku
Lalu kubaringkan diatas tanah-tanahmu
Kukafankan dengan merah-putih mu
Seperti kapan saja
Kukafani anak-anakmu
Yang terbaring dibatu penghabisan
Kuusung dalam derap langkah, bersama degup jantung
Didadaku ini. Lalu kupersembahkan dipangkuanmu
Di setiap darah merah terbayang dimataku
Saat tujuh belas Agustus membayangkan mata air
Air mata darahmu di nusantara
Nusantara, nusantara !
Nusantara tiada tara : darah berdarah-darah
Indonesia, mengapa semua jadi darah?
Anak-anakmu bersuara-suara darah
Mereka makan-makan darah
Mereka minum-minum darah
Mereka tidur berbantal darah
Mereka nonton-nonton darah
Mereka membaca-membaca darah
Mereka bernafas nafas darah
Darah, darah…dimana-mana darah
Menggenangi kota-kota hingga ke rongga dada
Berdarah-darah. Ya berdarah !
Ya Allah Indonesia
Maha suci Tuhan, Indonesiaku
Seperti kapanpuN dan hari ini
Kucatatkan luka-lukamu Indonesia
Dilubuk-lubuk rahasia-rahasiaku
Kupanggul-panggul
Kupanggil-panggil, kutimang-timang ke taman-tamanku
Agar wajahmu jadi ramah tamah
Semoga esok ada fajar pagi biar kubalut luka-lukamu
Indonesia kucatatkan hari ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar