Halaman

Jumat, 30 Maret 2012

3. Ditangkap Polisi

Hujan deras bercampur sambaran petir pun berakhir selama 30 menit mengguyur bumi. Hara pergi melanjutkan perjalanannya pulang. Naas hari itu Hara terpaksa jalan kaki karena uangnya tertinggal di asrama, “Bener-bener sial aku hari ini, sudah tidak ikut les, gak bawa duit lagi!” keluhnya dalam hati.
Tak berapa lama dia berjalan, sebuah mobil sedan berwarna putih berhenti di hadapannya. Ternyata didalam mobil itu ada Ben dan Lamping yang habis pergi jalan.

 “Hara, ayo ikut!” sapa Ben dari dalam mobil.

 “Hai Ben! Ga makasih!”


 “Sudahlah Ben, kalau dia gak mau ikut, kita pergi aja!” sela Lamping.

 “Ya benar, lagian aku masih bisa naik angkutan umum!” jelas Hara.

 “Ayolah Hara!” pinta Ben.

 “Tidak Ben terima kasih, lebih baik kalian pergi duluan aja!” papar Hara yang saat itu terlihat kesal.

“Ya udah kalau gitu, tapi kamu hati-hati ya!” balas Ben. Mereka pun pergi dari hadapan Hara.

“Dasar Ben” gerutunya dalam hati.

Tak terasa matahari sudah hampir tenggelam dan Hara belum sampai di asrama “Aduh celaka, aku bisa telat pergi ke café!” serunya dalam hati. Lalu dia pun berlari sebisa-bisanya.
Jam menunjukan pkl 18.15 tapi Hara belum juga sampai. “Kemana tuh, si Hara, apa dia sedang main.

Bukankah dia harus pergi ke café!” kata seorang perempuan setengah baya, yang kala itu rambutnya terurai panjang dan memakai baju daster berwarna putih. Perempuan itu pun menunggu Hara sambil duduk di kursi depan, membelakangi pintu masuk. “Kuntilanak. . . “ seru Hara yang kala itu kaget melihat sosok perempuan berdaster putih, rambut terurai. “Hara. . . !” perempuan itu berbalik badan sambil mengurut dada karena kaget akan teriakan Hara. “Apa-apaan kau ini, buat ibu kaget saja!” katanya lagi

“Maaf bu, habis ibu membuat aku takut!”

“Dari mana kau Hara? kau membuat ibu cemas!”

“Aku . . . dari tempat les!”

“Kalau begitu masuk dan cepat makan, karena ibu sudah menyediakan bakso hangat untukmu”

“Terima kasih” jawab Hara singkat dan langsung masuk ke kamarnya.

“Ibu Wati itu baik banget, udah kaya ibu kandung sendiri” kata Hara dalam hati. Diapun mandi, setelah itu dia makan dan langsung pergi ke Café.

“Bu, saya pergi dulu!” seru Hara sambil berlari keluar aasrama.

“Ya, Hara hati-hati!” jawab ibu Wati dengan kencang. “Pasti dia telat lagi malam ini!” lanjut ibu Wati

Hara pergi ke café Om Jo yang jaraknya tidak begitu jauh dari Inte, “Aku harus lari, kalo ga, bisa telat dan nanti diomelin lagi ama Om Jo.” Katanya dalam hati dan diapun berlari.

“Malam Om Jo!” tegurnya dengan lembut pada lelaki berusia 30 tahunan itu.

“Malam, malam ini kau telat lagi! Lihat jarum pendek, tepat menunjuk pkl. 20” kata laki-laki berkumis tebal, berjaket hitam, menyeramkan itu.

“Maaf Om Jo” pinta Hara

“Ya sudah, masuk! Tapi untuk menebus kesalahanmu, kau hanya boleh pulang setelah pkl. 24.00”

“Baik, Om Jo…” Hara langsung pergi dari hadapan om berputra 5 orang itu.

“Kau telat lagi, Hara!” tegur Nanny, kawannya yang berusia 3 tahun lebih tua darinya.

“Iya, mba.” Jawab Hara singkat.

“Hara, kau layani pelanggan itu, ya…” pinta Nanny, sambil menunjuk arah meja nomor 27.

“Baik, mba!” jawab Hara dan langsung pergi sambil membawa daftar menu kearah yang dituju.

“Mau pesan apa, Mas?” tanya Hara pada seorang lelaki muda berkaos putih dengan gaya rambut seperti landak.

“Hai!” jawab lelaki berparas menarik dan berkulit putih itu.

“Mas Rocky!” balas Hara, kaget.

“Mau apa mas ke sini?” Tanya Hara.

“Aku hanya ingin menemuimu, Hara”

“Maaf mas, aku sedang kerja.”

“Tunggu Hara!” pinta Rocky yang kala itu Hara sudah hendak meninggalkannya.

“Ada apa ini? Hara, apa yang kau lakukan?” sela Om Jo, matanya tertuju pada Hara. Rocky pun bangkit dari tempat duduknya.

“Ini Om, laki-laki ini udah kurang ajar sama aku!” adu Hara.

“Maafkan, kami mas, dia pelayan baru di café ini…” kata Om Jo sambil membungkukkan badan di hadapan Rocky.

“Masuk Hara!” bentak om Jo. Hara pun masuk ke dapur. Dari kejauhan Hara melihat Om Jo masih memberi penjelasan pada Rocky, sambil sesekali membungkukkan badannya.

“Aneh. kok, Om Jo mau melakukan itu pada Mas Rocky” katanya dalam hati.

“Mba Sally, apa yang dilakukan Om Jo?” Tanya Hara pada pelayan wanita yang lain.

“Oh…iya-ya…mungkin Om Jo berbuat salah pad laki-laki itu.”

“Memang kenapa, dan apa yang dilakukan oleh Om Jo itu sungguh sangat tidak wajar, membungkukkan pada lelaki muda!”

“Tidak wajar gimana? lelaki muda itu Mas Rocky! Dia itu anak pemilik café ini!”

“O…” jawab Hara sambil menghela nafasnya. Tidak lama kemudian Om Jo datang.

“Hara, sekarang kau temani Mas Rocky, cepat!” bantak Om Jo.

“Baik Om, tapi….?”

“Sudah, cepat…mau ku pecat?”

“O…iya, Om!” jawab Hara sambil melangkah ke arah lelaki dengan lesung pipi di sebelah kanannya.

“Maaf, Mas, sebenarnya apa yang ingin Mas pesan?” tanya Hara agak kasar nada bicaranya.

“Bisakah kau duduk disampingku, sekarang?”

“Maaf Mas, saya hanya seorang pelayan disini, tidak pantas duduk disamping putra pemilik café ini!” tegas Hara.

“Ok, kalo gitu sebagai anak pemilik café ini, aku minta kau duduk di sampingku!” kata Rocky dengan tegas.

“Baik, Mas!” Hara pun duduk disamping lelaki tinggi, berbadan cukup besar itu.

“Aku ingin kau ikut bersama ku, sekarang. Ada yang ingin ku perlihatkan kepada mu!” jelas Rocky.

“Apaan sih, mas. Tadi kau suruh aku duduk, sekarang kau suruh aku ikut!”

“Ayo cepat!” Rocky menarik tangan kanan Hara.

“Hai…Mas…mau dibawa kemana pelayan cafe ku?” seru Om Jo yang melihat Rocky menarik tangan Hara.

“Diam kau, Jo!’ jawab Rocky dengan sombong. Rocky pun memasukkan Hara ke dalam mobilnya.

“Kita mau kemana, mas?” Tanya Hara cemas.

“Aku akan ajak kamu ke suatu tempat. Lebih baik kau diam!” Rocky pun menancap gas, tak sadar polisi mengejar mobil yang berkelajuan hampir 200 km per jam itu.

“malam!” seru pak polisi saat mobil Rocky terpepet oleh mobil bersirine itu.

“Selamat malam, Mas! Apa ada SIM, STNK, atau surat-surat mobil yang lain?” Tanya polisi dengan sopan.

“Maaf pak, dompetku tertinggal!” jawab Rocky.

“Kalau begitu, ikut kami ke kantor!” mereka pun dibawa ke kantor polisi terdekat. Hara hanya diam dan berpikir kalau dirinya akan dipenjara bersama Rocky.

Sesampainya di kantor polisi, Rocky yang dibawa masuk untuk diinterogasi, sedangkan Hara hanya menunggu di ruang tunggu. Setelah beberapa menit kemudian, seorang wanita cantik, berpakaian hitam datang. Wanita itu tampak mengeluarkan sejumlah uang dari tasnya. Lalu setelah itu keluar bersama Rocky.

“Hara, kenalkan ini kakak ku, Stevany…” kata Rocky.

“Hai mba,” balas Hara sambil menyodorkan tangan kanannya, tapi Stev diam dan berlalu dari hadapnnya dan langsung masuk ke mobil sedan putihnya.

“Maafkan Stev! Dia agak kaku jika berkenalan dengan wanita yang menyaingi kecantikannya!” kata Rocky merayu.

“Tidak…tak apa mas,” jawab Hara kecewa.

Akhirnya Rocky membawa pulang Hara ke asrama. “ Di mana rumah mu, Hara?” Tanya Rocky dengan lembut.

“Aku tidak punya rumah.” Jawab Hara lugu

“What? I’m serious…!” jelas Rocky. “Aku tinggal di asrama Inte Mas”

“Kalo gitu dimana asrama nya?”

“Di Puri Taman Sari, No 18, Mas.” Rocky lalu menancap gas, tapi kali ini mobilnya berjalan lebih santai dari sebelumnya.

Setelah sampai di depan asrama, Rocky membukakan pintu mobilnya dan mempersilakan Hara turun.

“Besok aku jemput kamu!”

“Tidak mas, jangan!”

“Aku tidak dengar!” kata Rocky dan langsung masuk kedalam mobil dan mengemudikannya lurus.

“Dasar lelaki yang aneh!” kata Hara yang tiba-tiba setelah itu dia menguap dan melihat dirinya masih berkostum pelayan.

“Hah… pakaian ku, tas ku!” katanya kaget.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar